oleh

Situs Watu Dukun Mirip Ranjang di Ponorogo Sering Jadi Tempat Favorit Warga Bertapa

Ponorogo – Situs watu dukun di Ponorogo diyakini warga sebagai tempat Raja Airlangga bersama Empu Narotama menimba ilmu ke Empu Barada. Situs yang berada Desa Pagerukir, Kecamatan Sampung, ini 30 KM di sebelah barat dari Alun-Alun Ponorogo.

Di situs ini terdapat sebuah batu besar bertuliskan huruf Jawa Kuno. Selain itu ada juga batuan seperti balok altar (Meja) dan 4 batu kursi, batu salju, batu berudak, batu suci serta batu menyerupai ranjang itu.

Baca Juga  Akbar Tandjung: Kematangan Azis Syamsuddin Modal Besar Bagi Kemajuan Kosgoro dan Golkar

Situs yang ada di perbatasan Kabupaten Ponorogo dengan Kabupaten Wonogiri ini sering digunakan peziarah untuk memenangkan diri alias bertapa.

“Biasanya saat bulan Suro selalu banyak tamu yang datang. Mereka bertapa, menenangkan diri,” ujar juru kunci Watu Dukun, Bibit kepada wartawan, Sabtu (13/3/2021).

Bibit menjelaskan warga setempat juga sering menggelar kendurian atau doa bersama memohon keselamatan kepada Tuhan YME.

“Kami kan orang Jawa yang meneruskan adat, jadi ya kendurian bersama di situs. Dulu masyarakat menyebutnya punden atau tempat keramat,” jelas Bibit.

Baca Juga  Antisipasi Penyebaran Covid-19, 111 Pegawai UP PKB Pulogadung Jalani Swab Antigen Massal

Pantauan detikcom, sebuah batu besar bertuliskan huruf Jawa Kuno berbentuk seperti ranjang ini sesuai laman Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto dan Badan Arkeologi Yogyakarta, batu tersebut tertulis pada baris pertama terbaca WA-BA-CA-NA-WA.

Di baris kedua atas berbunyi NA-LI, di baris kedua bawah berbunyi WA-NYA/BA-YA dan di baris terakhir atau ketiga adalah GI-PU-JA-PU-JA-BU-MA (MI).

Baca Juga  Peluncuran HKSN 2024: Dari Taman Firdaus, Wakil Menteri Sosial Agus Priyono Kunjungi JBS Cilegon

“Kalau saya sendiri aslinya malah tidak tahu arti dari tulisan yang ada di batu, tugas saya merawat dan menjaga situs watu dukun serta menjamu tamu yang datang,” imbuh Bibit.

Menurutnya, situs saat ini terawat semenjak ada donatur serta perhatian dari BPCB Trowulan Mojokerto dan Badan Arkeologi Yogyakarta.

“Kalau dulu bentuknya masih alami, sekarang sudah ada bangunan untuk warga yang mau menyepi,” pungkas Bibit. (*/cr4)

 

Sumber : jatim.siberindo.co

News Feed