Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keras perbuatan bejat ayah kandung berinisial FD di Sidoarjo, Jawa Timur, yang tega melakukan pemerkosaan berulang selama bertahun-tahun terhadap anak kandungnya.
“Kejadian ini untuk kesekian kalinya menjadi tamparan bagi kita semua, bahwa kerentanan anak mengalami kekerasan seksual bisa terjadi di mana dan kapan saja, sekalipun di dalam keluarga yang seharusnya mampu menjadi tempat yang aman dan nyaman, yang mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar dalam keterangannya, Sabtu (5/6/2021).
Menurut Nahar, orang tua perlu memahami, bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada anak, baik ataupun buruk, akan berdampak pada perkembangan fisik dan psikologis anak.
Bahkan negara melalui UUD 1945, kata Nahar, secara tegas mengamanatkan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan memenuhi hak-hak anak serta melindungi anak dari berbagai tindak kekerasan.
Perbuatan ini dilakukan pelaku sejak 2017, atau saat anaknya berusia 12 tahun. Namun, korban baru berani melapor empat tahun kemudian usai bercerita dan mendapatkan dukungan dari teman kerjanya.
Perbuatan ayah tersebut kemudian diperparah dengan ancaman pembunuhan jika anak korban melapor.
“Kemen PPPA bersama Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sidoarjo telah memastikan korban mendapatkan pendampingan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga, jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial, dan kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara,” katanya.
Ia mengatakan, koordinasi dengan kepolisian juga akan terus dilakukan untuk memastikan penyidikan kasus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan terbaik anak.
“Kemen PPPA mengapresiasi upaya Kepolisian dalam menangani kasus ini dan secara tegas meminta agar pelaku dapat dihukum berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Dan karena pelaku merupakan orangtua anak, sebagaimana dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, dapat diancam dengan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan pelaku dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. (*/cr2)